MUNAKAHAT
– Sebutkan definisi
pernikahan!
– Jelaskan mengapa Islam
mensyari’atkan pernikahan!?
– Sebutkan fungsi
pernikahan!
– Sebutkan apa saja yang
perlu dipertimbangkan dalam pernikahan!
– Sebutkan faktor-faktor
dalam pernikahan!
– Sebutkan hukum menikah
berikut alasannya!
– Sebutkan Tujuan
Pernikahan!
– Apa saja yang
tergolong rukun nikah? Sebutkan!
– Jelaskan siapa saja
wanita yang tidak boleh dinikahi!
Pengertian Pernikahan
Akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan
hak dan kewajiban masing-masing.
Ada empat pengertian
yang disebut dalam al-Qur’an berkaitan dengan pernikahan:
UQDATUN NIKAHI = Bentuk
perjanjian yang kuat dalam ikatan pernikahan (surat ke 2 : 237)
ZAOJUN = Pasangan (surat
ke 2 : 230)
MITSAAQON GHOLIIZHON =
Ikatan yang kokoh (surat ke 4 : 21)
MAWADDTAN WAROHMATAN =
Bentuk kasih sayang yang dirahmati (surat ke 30: 21)
Pernikahan merupakan
jalan terbentuknya institusi keluarga. Melalui keluarga terwujud pilar kokoh
kehidupan. Dalam menempuh kehidupan, seseorang memerlukan pendamping sebagai
tempat mencurahkan suka maupun duka. Hidup berpasangan (nikah) adalah
kebijaksanaan Allah SWT terhadap seluruh makhluknya.
Pernikahan (hiduo
berumah tangga) merupakan fitrah (pribadi masyarakat). Itulah sebabnya kenapa
Islam mengecam keras hidup pelacur, homo dan lesbian, karena bertentangan
dengan fitrah manusia. Sejalan dengan itu pernikahan menjadi kendali untuk tidak
menuruti hawa nafsu bagi manusia.
Fungsi Pernikahan
1. Sebagai salah satu
pilar kokohnya sebuah masyarakat, pernikahan dalam Islam tak hanya masalah
individu, masyarakatpun memiliki kewajiban untuk memperhatikan masalah ini.
Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur [24]: 32 yang artinya: “Dan nikahkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk
nikah)..”
2. Sebagai penangkal dan
penerus kelangsungan hidup manusia, kesinambungan hidup manusia dan kebudayaan
merupakan prasyarat utrama terlaksananya tugas khalifah di muka bumi.
3. Merupakan
perlindungan bagi terjadinya akhlak dan tata susila. Kecendrungan melakukan
hubungan lawan jenis merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia sedangkan
bingkai yang benar dari dorongan ini adalah dengan cara menikah.
4. Merupakan jalan bagi
berlangsungnya proses pemebentukan dan penanaman nilai, pembentukan
kepribadian, pembagian tugas yang jelas antara suami-istri dan anak, akan
membuat proses penanaman nilai ini berlangsung mulus.
5. Kata sakinah,
mawaddah warahmah adalah seuntai kata yang didamba setiap pasangan. Terwujudnya
ketentraman, cinta kasih sayang hanya dapat dicari di dalam atau setelah nikah,
karena itu Islam tidak mengenal onsep “pacaran”. Dengan demikian barulah Allah
SWT memberikan mawaddah dan rahmatnya sebagai hak pererogratif-Allah.
Untuk mendapat
rumahtangga sakinah, mawaddah warahmah renungkan dua hal di bawah ini:
1. Allah SWT telah
menciptakan manusia berikut pasangannya, oleh karena itu manusia tidak perlu
gelisah dalam masalah jodoh, kalau ingin mendapatkan pasangan yang baik, maka
harus mengkondisikan diri menjadi pribadi yang baik, pasangan kita adalah
cermin diri kita sendiri.
2. Ketentraman batin dan
kasih sayang hakiki yang dirasakan dalam perkawinan merupakan kepuasan
psykologis yang tidak mungkin di dapat di luar perkawinan, dan untuk
mempersatukan hati manusia, ada suyaratnya yaitu hati yang sudah tersibghah
dengan nilai-nilai taqwa.
Maka hendaklah kedua
pasangan menjalankan fungsi tersebut dengan sebaik-baiknya pasti Allah akan
mengabulkannya.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pernikahan
1. Adanya kesiapan fisik
dan mental. Usia ideal menurut kesehatan 20 – 25 tahun bagi wanita dan usia 25
tahun bagi pria.
2. Kematangan mental dan
kepribadian pendidikan, perbedaan umur minimal 5 tahun antara laki-laki dan
wanita.
Rasulullah bersabda
dalam sebuah haditsnya: “Hai para pemuda barangsiapa yang sudah mampu nikah,
endaklah ia nikah karena sesungguhnya pernikahan itu akan mampu mengendalikan
mata dan menjaga syahwat, namun bila ada yang belum mampu menikah, maka
berpuasalah, karena dengan puasa dapat dijadikan benteng terhadap godaan
nafsu.” (HR. Jama’ah).
Faktor-faktor penting
dalam memilih pasangan
1. Satu agama.
2. Hindari pasangan yang
buruk kepribadiannya.
3. Tetap memelihara
kesucian diri dalam pergaulan, karena pernikahan adalah ikatan suci, maka dalam
proses memilih pasangan pun tetap menempuh jalan kesucian.
4. Memohon pertimbangan
kepada Allah melalui salat istikharah.
HUKUM PERNIKAHAN
1. Mubah/jaiz;
dibolehkan menikah asal terpenuhi syaratnya.
2. Sunnah; siapa saja
yang mampu memenuhi syarat nikah, namun tidak khawatir berbuat zina, maka ia
disunnahkan menikah.
3. Wajib; hukum ini
dikenakan bagi yang sudah memenuhi syarat sehingga dikhawatirkan terjadi
perzinaan maka ia wajib menikah.
4 Makruh; mempunyai
keinginan menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah (sandang, pangan dan
papan).
5. Haram; hukum ini
dikenakan bagi siapa saja yang menikah namun mempunyai maksud yang buruk/jahat,
baik untuk pasangannya maupun diri sendiri.
TUJUAN MENIKAH
1. Tercapainya
ketentraman hati dan ketenangan pikiran karena kehidupan yang diliputi cinta,
mawaddah warahmah lahir dan batin antara suami-istri.
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. 30: 21)
2. Untuk memperoleh
keturunan yang sah
Atau Dia menganugerahkan
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan
Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. [42]: 50)
3. Sebagai alat kendali
bagi manusia agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan
Dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan
suatu jalan yang buruk. (QS. 17: 32)
4. Untuk mewujudkan
keluarga bahagia dan sejahtera (keluarga sakinah)
“Hai para pemuda
barangsiapa yang sudah mampu nikah, hendaklah ia nikah karena sesungguhnya
pernikahan itu akan mampu mengendalikan mata dan menjaga syahwat, namun bila
ada yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena dengan puasa dapat
dijadikan benteng terhadap godaan nafsu.” (HR. Jama’ah).
5. Memenuhi kebutuhan
seksual yang sah dan suci.
Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. 2: 223)
TUJUAN NIKAH
Secara umum tujuan
pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap
wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan
dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh
kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah
idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi
bahagia dan tentram. Allah SWT berfirmanYang Artinya :” Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum
: 21)
2. Membina rasa cinta dan
kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara
suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21 yang Artinya :”Dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “)
3. Untuk memenuhi kebutuhan
seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
4. Melaksanakan Perintah
Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat
sebagai ibadah. Allah swt., berfirman yang Artinya :" Maka nikahilah
perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
5. Mengikuti Sunah Rasulullah
saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau
menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :"Nikah itu adalah sunahku,
barang siapa tidak senang dengan sunahku,
maka bukan golonganku". (HR. Bukhori dan
Muslim)
6. Untuk memperoleh
keturunan yang syah. Allah swt., berfirman yang Artinya :” Harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)
Sebelum pernikahan
berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal istilah pacaran akan tetapi
dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian
maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk
dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh orang lain
yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah, seorang pria hanya
boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima
pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan diterima, berarti
antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji untuk
melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya
pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa pertungan ini biasanya
seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang
(calon istri) sebagai tanda ikatan cinta yang dalam adat istilah Jawa disebut
dengan peningset.
Hal yang perlu
disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama masa pertunangan,
mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena mereka belum syah dan
belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larang agama yang berlaku dalam
hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada
dalam masa pertunangan.
Adapun wanita-wanita
yang haram dipinang dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
- Yang haram dipinang dengan cara
sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih
bersuami,wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah
bertunangan.
- Yang haram dipinang dengan cara
terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam iddah
wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
RUKUN NIKAH
1. Aqad atau sighat atau
Ijab – Qabul
Ijab; perkataan wali
perempuan seperti “Aku nikahkan engkau dengan Aisyah binti Abdul Hakim dengan
maskawin seperangkat alat salat tunai.”
Qabul; perkataan dari
pihak mempelai laki-laki seperti: “Saya tarima nikahnya Aisyah binti Abdul
Hakim dengan maskawin seperangkat alat salat tunai.”
2. Adanya calon suami
3. Adanya calon istri
4. Wali mempelai
perempuan, yaitu seorang yang mengizinkan dan menikahkan mempelai perempuan.
Ada dua macam wali:
Nasab dan Hakim
Wali Nasab, wali
berdasarkan nasab (pertalian darah):
1. Bapak kandung
2. Kakek dari bapak
3. Saudara laki-laki
sekandung
4. Saudara laki-laki
sebapak
5. Anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari
saudara sebapak
7. Saudara bapak yang
laki-laki (paman)
8. Anak laki-laki paman
dari pihak bapak
Wali Hakim, yaitu wali
yang berdasarkan wewenang. Karena tidak adanya wali nasab.
5. Dua orang saksi
Wanita yang tidak boleh
dinikahi
1. Mahram karena
keturunan:
– Ibu dan seterusnya ke
atas
– Anak perempuan dan
seterusnya ke bawah
– Bibi, baik dari pihak
bapak atau ibu
– Anak perempuan dari
saudara perempuan atau saudara laki-laki
2. Mahram karena
hubungan pernikahan:
– Ibu dari istri
(mertua)
– Anak tiri (bila ibunya
sudah dicampuri)
– Istri bapak (ibu tiri)
– Istri anak (menantu)
3. Mahram karena susuan:
– Ibu yang menyusui
– Saudara perempuan
sesusuan
4. Mahram karena dengan
maksud dikumpulkan (dimadu):
– Saudara perempuan dari
istri
– Bibi perempuan dari
istri
– Keponakan perempuan
dari istri
HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI-ISTRI
Kewajiban Suami
– Menjadi pemimpin,
memelihara dan membimbing keluarga lahir dan batin serta menjaga dan
bertanggungjawab atas kesejahteraan keluarganya.
– Memberi nafkah,
pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal
– Bergaul dengan istri
secara ma’ruf dan memperlakukan keluarganya dengan cara terbaik.
– Masing-masing anggota
keluarganya, terutama suami dan istri bertanggung jawab sesuai dengan fungsi
dan peranannya.
– Memberi kebebasan
berpikir dan bertindak kepada istri sepanjang sesuai norma Islam, membantu
tugas-tugas istri serta tidak mempersulit kegiatan istri.
Kewajiban istri
– Taat penuh kepada
perintah suami sesuai dengan ajaran Islam.
– Selalu menjaga
kehormatan diri dan rumah tangga.
– Bersyukur atas nafkah
yang diterima dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
– Membantu suami dan
mengatur rumah tangga sebaik mungkin.
Kewajiban suami-istri
– Memelihara dan
mendidik anak dengan sebaik-bainya
– Berbuat baik terhadap
mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari suami atau istri
– Setia dalam hubungan
rumah tangga dan memelihara keutuhannya
– Saling bantu antara
keduanya
THALAQ (Perceraian)
Talaq atau perceraian
adalah memutuskan tali ikatan pernikahan. Hukum asalnya adalah Makruh.
HUKUM TALAQ
Wajib, apabila terjadi
perselisihan antara suami-istri yang tidak bisa didamaikan dan hakim memandang
perlu bercerai
Sunnah, apabila suami
tidak sanggup lagi menunaikan kewajibannya atau perempuan tidak bisa menjaga
klehormatan dirinya.
Haram, apabila istri
dalam keadaan; Haid atau hamil dan keadaan suci yang dicampuri pada waktu itu.
BENTUKNYA
1. Talaq adalah
perceraian yang dijatuhkan suami atas kehendaknya sendiri. Maka si suami
berkewajiban memberikan sesuatu yang berharga (Mut’ah)
2. Talaq Khulu’ (Talak
Tebus)
Talaq ini dijatuhkan
suami, karena menyetujui dan memenuhi permintaan cerai istrinya dengan membayar
tebusan dari pihak istri atau pengembalian mahar.
3. Talaq Fasakh
Talaq yang dijatuhkan
oleh hakim atas pengaduan istri. Talaq fasakh dapat dilakukan karena:
– Adanya aib atau cacat
pada salah satu pihak
– Suami tidak mampu
memberikan nafkah
– Adanya penipuan dari
pihak suami
– Diketahui adanya
hubungan mahram antara suami-istri
Jumlah/Batas Talaq
Suami-istri yang telah
bercerai masih mungkin untuk berkumpul kembali namun untuk menghindari tindakan
sewenang-wenang, maka jumlah talaq yang membolehkan suami kembali kepada
istrinya dibatasi hanya sampai dua kali.
Setelah talaq jatuh tiga
kali, suami-istri tidak boleh lagi kembali kecuali istri telah kawin lagi
dengan orang lain, atas dasar suka sama suka sesudah bergaul dan cerai lagi.
Bila terjadi talaq
kesatu dan kedua, konsekwensinya adalah suami dapat berkumpul kembali, disebut
Talak Raj’i. Sedang bila terjadi talaq ketiga dinamakan Talaq bain, dengan
konsekwensi suami sudah tidak dapat berkumpul kembali kecuali dengan
syarat-syarat di atas.
Cara menjatuhkan talaq
– Dengan kata-kata yang
jelas (sharih), misalnya suami berkata kepada istrinya, “Engkau saya talaq,
engkau saya ceraikan.” [Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan istrinya].
– Dengan kata-kata samar
atau sindiran (kinayah), misalnya suami berkata: “Pergi engkau dari sini.” Atau
“Pulang ke rumah orang tuamu.” [Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan
istrinya].
Peraturan Khusus:
T LI’AN, yaitu suami dan istri saling melaknat. Suami menuduh istri
berzina tapi tidak dapat membuktikannya dengan 4 saksi, maka dia harus
bersumpah 4 x sumpah dengan mengatakan: “Kalau saya dusta, maka laknat Allah
untuk diri saya.” Kemudian istrinya menolak dengan 4x sumpah dengan ucapan
seperti di atas. Akibatnya suami-istri tersebut menjadi cerai.
T ZIHAR, yaitu mengharamkan istri dengan menyamakannya seperti ibu
sendiri (seperti mengatakan: “Kamu seperti punggung ibuku”), maka untuk
menghalalkan kembali suami wajib membayar kifarat.
T ILA, seorang suami yang marah sampai mengharamkan istrinya
bergaul dengannya atau bersumpah hendak menjauhkan dirinya dari istrinya untuk
dapat menggauli kembali istrinya, wajib membayar kifarat sumpahnya.
T IHDAD, berkabungnya seorang istri karena suaminya wafat, yaitu
tidak memakai wangi-wangian dan lain-lain (tidak mempercantik diri).
T TA’LIK TALAQ, seorang suami yang melanggar janjinya ketika
diucapkan saat aqad nikah, seperti tidak memberi nafkah istri 6 bulan
berturut-turut, atau menyakiti badan istri dan istri tidak ridho kemudian
mengadukan ke Pengadilan Agama maka jatuhlah talaq satu.
T NUSYUZ, istri durhaka karena melakukan maksiat.
Ada tiga langkah yang
harus dilakukan suami jika istrinya durhaka: pertama, memberi nasihat, kedua
pisah ranjang dan ketiga memukul bagian yang tidak membahayakan jika tidak
berubah juga melalui tiga langkah tadi lakukan musyawarah yang diwakili dari
kedua belah pihak keputusan dari musyawarah itu hanya dua teruskan pernikahan
atau talaq.
HIKMAH TALAQ
Setiap aturan yang
diturunkan oleh Allah SWT yang biasa disebut dengan istilah Syari’at Islam,
tidak bertujuan untuk membebani atau memadharatkan (merugikan) umat-Nya. Begitu
juga dengan disyari’atkannya talaq, diantara hikmahnya adalah:
– Menghindari
kemudaratan dan penderitaan
– Melestarikan tali
silaturahim
– Memberi kedamaian
lahir dan batin
– Memungkinkan untuk
islah (berdamai)
– Berpisah dengan
baik-baik
IDDAH
Iddah adalah masa
menanti bagi kaum perempuan yang diceraikan suaminya (baik cerai hidup atau
cerai mati). Tujuan ditetapkan iddah, salah satunya adalah kandungannya, hamil
atau tidak.
Macam-macam Iddah
Wanita yang ditinggal
mati suaminya, idahnya ada dua macam:
– Apabila sedang hamil,
iddahnya sampai anak lahir
– Apabila tidak hamil,
iddahnya 4 bulan 10 hari
T Perempuan yang dicerai suaminya, iddahnya:
– Apabila sedang hamil,
iddahnya sampai saat lahir
– Apabila tidak hamil,
iddahnya 3 kali suci (quru’)
T Apabila tidak haid, iddahnya 3 (tiga) bulan. Wanita yang tidak
haid; karena tidak pernah haid selama hidupnya atau sudah tidak pernah haid
lagi (menopause)
Kewajiban suami dalam
masa Iddah
– Memberikan makanan,
pakaian dan tempat bagi istri yang ditalak raj’i
– Memberi tempat
kediaman bagi sang istri yang di talak tiga dan talak tebus apabila tidak
mengandung
– Memberikan makanan,
pakaian dan tempat bagi istri yang di talak tiga dan talak tebus apabila
mengandung
RUJU’
Ruju’ adalah: kembalinya
suami kepada istri yang telah ditalaq, yaitu talaq satu atau talaq dua.
Hukum Ruju’ (asal
hukumnya adalah MUBAH), hukum yang lain sesuai dengan alasannya bisa juga:
Sunnah, apabila maksud
ruju’ untuk memperbaiki hubungan antara keduanya
Makruh, apabila
perceraian lebih bermanfaat bagi kehidupan mereka
Haram, apabila
menyebabkan satu pasangan, baik istri maupun suami teraniaya.
Rukun Ruju’
– ISTRI disyaratkan:
sudah pernah bercampur suami-istri, jenis talaq-nya Raj’i, masih dalam iddah.
– SUAMI disyaratkan:
baligh, berakal, dan dengan kemauan sendiri.
– SIGHAT (ucapan):
terang-terangan (Sharih), sindiran (Kinayah).
HIKMAH RUJU’
– Merajut kembali barang
yang pecah
– Menemukan cinta kasih
yang baru
– Menyelamatkan aset
keluarga
HIKMAH PERNIKAHAN
1. Menentramkan hati,
menenangkan pikiran, melegakan perasaan.
2. Menyalurkan hajat
fitrah biologis yang sah dan mendapatkan keturunan guna melanjutkan kehjidupan
manusia yang berkualitas alias tidak asal.
3. Membina silaturahim
keluarga sejahtera, bertanggung jawab sesuai dengan fungsi ibu dan bapak dalam
rumah tangga yang sakinah.
4. Menjaga diri dari
penyakit-penyakit kelamin yang merusak fisik, mental, serta terhindar dari
krisis moral dalam masyarakat.
5. Meningkatkan tanggung
jawab.
PERNIKAHAN MENURUT UUD
NO 1 TAHUN 1974
Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 bab, dan terbagi dalam 67 pasal.
Di antaranya:
1. Pengertian perkawinan
“Perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahadia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan YME.”
2. Pencatatan perkawinan
Tercantum pada pasal 2
ayat (2): “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
Tujuannya:
– Agar terjamin
ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.
– Pencatatan perkawinan
harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikah.
– Setiap perkawinan
harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah.
– Perkawinan yang
dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah tidak mempunyai kekuatan
hukum.
3. Sahnya perkawinan
Dalam pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa:
“Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.”
Menurut hukum Islam
bahwa laki-laki muslim hanya boleh menikahi wanita muslimah atau ahli kitab.
Sedang wanita muslimah hanya boleh dinikahi oleh laki-laki muslim saja.
Pernikahan antara
laki-laki Muslim dan wanita Muslimah adalah sah, dan pencatatan nikahnya di
Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan pencatatan nikah antara Muslim dengan non
Muslim atau antar agama selain Islam dilakukan di Kantor Catatan Sipil, bukan
di KUA.
4. Tujuan perkawinan
Menurut UUD Nomor 1
Tahun 1974, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya demi tercapainya kesejahteraan spiritual dan
material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar